Konsep Baru Yayasan Autisma Indonesia di ASEAN Autism Network
Berita Pilihan Editor

Konsep Baru Yayasan Autisma Indonesia di ASEAN Autism Network

Kiri – kanan : Fairuz Nurul Izzah (bersama ibunya, paling kiri), pemain cello Zephania Gurning, soprano Charisse Susanto, Veronica Tan, Ananda Sukarlan (dok. Yayasan Autisma Indonesia)

INFONAWACITA, JAKARTA – Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika tahun 2018 tercatat ada 1 dari 44 anak dengan autisme. Lalu, terjadi peningkatan pada tahun 2020, tercatat ada 1 dari 36 anak terdiagnosis autisme.

Di Indonesia belum ada angka resmi dan pasti, baru berupa angka perkiraan. Kementerian Kesehatan Indonesia mengatakan bahwa jumlah orang dengan autisme di Indonesia diperkirakan mencapai 2,4 juta orang. Adapun jumlah anak yang terdiagnosis autisme diperkirakan meningkat sebanyak 500.000 anak setiap tahunnya. Sementara perkiraan WHO, rata-rata seluruh dunia diperkirakan terdapat 1 dari 100 anak menyandang autisme.

Peningkatan ini menuntut pembukaan ruang-ruang inklusi. Sekolah-sekolah pun membuka ruang inklusi untuk penerimaan individu autistik dalam mendapatkan hak mengeyam pendidikan umum. Individu autistik yang kanak pun beranjak dewasa maka ruang inklusi yang dibutuhkan pun berbeda lagi. Mereka memiliki potensi, kreativitas, serta kemampuan yang jika didukung dengan tepat, dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan dunia industri. Ruang inklusi pada dunia kerja pun menjadi sebuah jawaban untuk kontribusi positif mereka.

Namun tantangan dalam sistem sosial dan kebijakan publik masih menjadi hambatan. Sampai saat ini kesempatan bagi para penyandang autisme untuk mendapatkan pelatihan dan kesempatan kerja masih terbatas.

Oleh karena itu Yayasan Autisma Indonesia bekerjasama dengan ASEAN Autism Network menyelenggarakan talkshow dan konser dengan tema “Autisme Bukan Hambatan: Dukungan dan Inovasi dalam Menciptakan Peluang Kerja” pada Kamis, 22 Mei 2025 pukul 13.00 WIB di Gedung ASEAN Secretariat, Jakarta. Para pembicara adalah Perwakilan PT United Tractors Tbk. Nurdiansyah Budiman; juga Taufiq Hidayat (Yayasan Autisma Indonesia) sebagai job coach serta Frans Satriawan (pelatih barista dengan disabilitas di Treestori Coffee) sebagai pelaku usaha yang mempekerjakan individu autistik. Pianis & komponis terkemuka Ananda Sukarlan juga ikut membagi pengalamannya sebagai penyandang Asperger’s Syndrome, sekaligus bertindak sebagai moderator di talkshow ini.

“Tujuan acara ini adalah untuk mengetuk pintu-pintu perusahaan agar mereka mau menerima dan mempekerjakan individu dengan spektrum autisme ini sama seperti orang-orang pada umumnya.” kata Uyan Laisa, Ketua Panitia acara ini.

Di acara ini YAI juga memperkenalkan Dewan Pelindung mereka yang baru yaitu Muhammad Farhan, Ananda Sukarlan dan Sarah Bey Hadad.

Acara dibuka oleh pidato dari Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia RI, Veronica Tan.

Sistem sosial dan kebijakan publik, menurut Dr. Adriana S. Ginanjar, M.S., Psikolog dan ketua Yayasan Autisma Indonesia, masih menjadi hambatan untuk memberikan kesempatan kerja pada individu autistik, pertama masalah hambatan komunikasi dan interaksi sosial yang sering disalahartikan sebagai kurangnya kemampuan atau motivasi kerja.

“Pada kenyataannya, banyak penyandang autisme yang dapat bekerja dengan tekun bila bidang pekerjaan sesuai dengan minatnya, terdapat deksripsi kerja yang jelas, dan tempat kerja yang terstruktur,” kata Adriana.

Kedua, soal stigma sosial. Kata ‘autisme’, kata Adriana, sering dikaitkan dengan masalah bicara, tingkah laku bermasalah dan keterbatasan intelektual. Padahal karena merupakan gangguan dengan spektrum yang luas, banyak penyandang autisme memiliki bakat istimewa.

“Mereka memiliki kapasitas untuk bekerja dan berkreasi asalkan memperoleh kesempatan luas dan bimbingan yang tepat,” lanjut Adriana.

Contohnya adalah Ananda Sukarlan, komponis dan pianis yang lahir dengan sindrom Asperger dan Tourette yang juga bagian dari spektrum autisme. Setelah talkshow, maestro yang disebut oleh koran Sydney Morning Herald sebagai “one of the world’s leading pianists, at the forefront of championing new piano music” ini mempersembahkan konser yang menunjukkan bahwa kekurangan yang dimiliki tidak boleh menjadi halangan untuk tetap berkarir dan sukses. Ia mengajak penyanyi soprano Charisse Susanto, juara harapan di Ananda Sukarlan Award 2021. Selain itu ditampilkan juga para individu autistik berbakat Zephania Gurning (pemain Cello), dan Fairuz Nurul Izzah (penyanyi).

Dengan Charisse Susanto, Ananda mempersembahkan beberapa nomor tembang puitiknya berdasarkan puisi Sapardi Djoko Damono dan “Dua Puisi Nokturnal” dari Joshua Igho. Kemudian Zephania Gurning bergabung, dan sebagai trio mereka membawakan karya Ananda “Invictus” berdasarkan puisi terkenal dari William Ernest Henley (1849-1903).

Puisi “Invictus” (Tidak Terkalahkan) menjadi sangat terkenal karena dijadikan film dengan judul yang sama, dibintangi oleh Morgan Freeman dan Matt Damon. Puisi ini jugalah yang membuat Nelson Mandela bertahan berpuluh-puluh tahun di penjara karena puisi ini yang selalu menginspirasinya.

Baru kali ini puisi tersebut dijadikan musik dengan genre klasik, yang telah diperdanakan oleh sang komponis beberapa tahun lalu dengan soprano Ratnaganadi Paramita dan pemain cello yang sama, Zephania Gurning. Kini tembang puitik Ananda ini telah sering dipagelarkan juga sebagai simbol bahwa apapun halangan dan kekurangan kita, kita bisa menang.

Ananda sendiri tampil solo dengan karya yang diciptakannya untuk pianis dengan disabilitas fisik : Rapsodia Nusantara no. 39 untuk tangan kiri saja.

Ananda dan Charisse akan tampil dalam konser penuh hari Sabtu 24 Mei ini di auditorium gedung Yamaha Music

Pada acara ini terdapat booth lembaga yang memiliki aktivitas untuk menyiapkan individu dengan autisme untuk berkarya dan bekerja seperti Matalesoge hospiABLElity Academy (training center untuk individu dengan autism); Pupa Center (layanan pengembangan diri remaja dan dewasa muda dengan autisme dalam menghadapi masa transisinya dari usia sekolah atau pendidikan formal yang telah dijalani); Rumah I’m Star (sebuah rumah kerja atau rumah belajar untuk para penyandang disabilitas intelektual); Vocational Center Warga Berkebutuhan Khusus Bogor; Treestori (tempat usaha yang mempekerjakan individu autistik), dan Yayasan Anak Mandiri Serang (yang menyediakan program pendidikan untuk pengembangan kemampuan seni dan keterampilan kecakapan khusus).

Yayasan Autisma Indonesia (YAI) adalah lembaga yang didirikan pada tahun 1997, saat mulai ditemui kasus-kasus anak dengan autisme di Indonesia. Tujuan utama YAI saat itu adalah menyebarkan informasi yang akurat tentang karakteristik gangguan autisme dan penanganan dini bagi anak-anak autis. Dengan berjalannya waktu, peran YAI semakin luas yaitu bekerjasama dengan pemerintah dalam merumuskan UU dan peraturan tentang disabilitas, advokasi bagi penyandang autisme dan terlibat dalam gerakan regional sebagai salah satu anggota ASEAN Autism Network.

Ananda Sukarlan adalah seniman Indonesia yang pertama kali diundang ke Portugal sebagai solois di Portuguese Symphony Orchestra tahun 2000 setelah pulihnya hubungan diplomatik antara kedua negara.
Tahun 2020 ia dilantik menjadi Presiden Dewan Juri Queen Sofia Prize di Spanyol dan juga dianugerahi gelar kesatriaan Cavalieri Ordine della Stella d’Italia.

Gelar tersebut ia dapatkan dari Presiden Sergio Mattarella. Sedangkan di tahun 2023 Kerajaan Spanyol menganugerahinya bintang tertinggi kerajaan Real Orden Isabel la Catolica.
Dari dalam negeri sendiri, Ananda Sukarlan dianugerahi gelar oleh Sripaduka Baginda Maharaja Kutai Mulawarman sebagai Sri Raja Pujangga Nusantara.

Baca artikel menarik lainnya dari INFONAWACITA.COM di GOOGLE NEWS

Berita terbaru INFONAWACITA.COM : klik di sini