JAKARTA, Infonawacita.com – Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik menandai dimulainya era pembangunan pembangkit listrik rendah emisi dan ramah lingkungan. Beleid ini sekaligus melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru, namun dipastikan tidak akan mengganggu pembangkit-pembangkit yang sudah berjalan.
“Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batubara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita stop untuk pembangunan pembangkit baru, namun perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini,” ujar Direktur Jenderal EBTKE Dadan Kusdiana, dikutip dari laman Kementerian ESDM, Jumat (23/9/2022).
Menurut Dadan, pembangunan pembangkit saat ini dan masa mendatang akan mengarah ke green industry, di mana secara ekonomi akan menjadi lebih baik, atau dalam jangka mikronya tidak akan mengurangi apa yang diperlukan sekarang. “Tidak perlu khawatir kita kekurangan listrik sesuai dengan kebutuhan sekarang,” ungkap Dadan yang juga menjadi pelaksana tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.
Berdasarkan Perpres Nomor 112 Tahun 2022, pembangunan pembangkit listrik akan dilakukan secara selektif dan pembangunan pembangkit bersumber dari EBT ditargetkan berjalan beriringan.
Pengembangan PLTU baru dilarang, kecuali untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Perpres ini. Adapun bagi PLTU yang memenuhi persyaratan, adalah sebagai berikut :
Pertama, terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam proyek strategis nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional.
Kedua, berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35 persen dalam jangka waktu 10 tahun sejak PLTU beroperasi, dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada 202l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan.
Ketiga, beroperasi paling lama sampai dengan 2050.
Penghentian dan pembangunan PLTU secara selektif merupakan salah satu program untuk memenuhi komitmen penurunan gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen di 2030, atau bisa lebih tinggi dengan kerja sama dengan pihak internasional, serta mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060 atau lebih cepat.